Sunday, August 18, 2019

Menstimulasi Anak Suka Membaca : Sebuah Jurnal untuk Ananda

Judul tersebut adalah judul tantangan di kelas Bunda Sayang level 5.
Sengaja diberi judul yang sama, karena postingan kali ini adalah multi-tujuan :)

Selain sebagai jurnal fasilitator level 5, dan sebagai tugas setoran di Kelas Belajar Menulis, postingan kali ini juga merupakan sebuah dokumentasi perjalanan Naufal dalam belajar membaca.


Belajar Membaca?

C'mon.. He is only 4 years old baby.
Yaap. Naufal sudah bisa membaca sejak usia 3,5 tahun. 
Don't judge me :)
Kami tidak pernah memaksanya belajar membaca. Tapi dianya sendiri yang ngeyel pengen bisa membaca mandiri buku-buku yang biasanya kami bacakan.

Kami pun perlahan masuk dengan menerapkan pendekatan Montessori.



Naufal usia 1 tahun dan buku kesayangannya saat itu
Sumber : dokumentasi pribadi

Sejak bayi, kami mengenalkan Naufal kepada buku-buku dengan metode read aloud.

Setiap hari selama minimal 10 menit. Tanpa pernah absen.




Naufal usia 1,5 tahun.
Buku menjadi teman bermain

Dalam tantangan level 5 lalu, pohon literasi pun menjadi motivator untuk membuat Naufal semakin menggeluti buku-bukunya. Membuatnya lebih "ngeyel" minta dibacakan banyak buku oleh Ayah dan Bunda.


BUNDA BERKENALAN DENGAN METODE MONTESSORI

Pada bulan April 2018 lalu, bunda berkesempatan mengikuti workshop Montessori at Home yang diselenggarakan oleh Rumah Aruna. Pada workshop tersebut, dijelaskan tentang filosofi Montessori, dan 5 area dalam Montessori (next post akan ditulis lebih detail ya, Insya Allah).

Yang paling menarik perhatian Bunda adalah saat materi Languange Area. Karena pada saat itu, Naufal sepertinya sedang sensitif periode di area bahasa. Ditandai dengan ledakan kosa katanya yang cukup pesat.

Berdasarkan materi dalam workshop tersebut, Bunda mulai menerapkan metode Montessori dalam keseharian Naufal. Termasuk dalam area bahasa.

Dalam mengajarkan membaca, agar prosesnya berjalan dengan menyenangkan, diperlukan tahapan-tahapan yang tidak bisa instan.

Tahapan pertama adalah bagaimana membuat anak mencintai buku, kemudian bagaimana anak dapat memahami apa yang dibaca atau dibacakan, dan tahapan terakhir baru bagaimana mengajarkan anak membaca.



Berikut adalah tahapan-tahapan yang saya terapkan dalam menstimulasi anak suka membaca, dengan menggunakan Montessori Approach :

1. Tahap Pra Literasi

Tahapan ini bertujuan untuk memperkaya bahasa bicara anak, dan juga sebagai persiapan sebelum masuk ke dalam tahapan literasi.

Fokus kegiatannya adalah memperkuat motorik kasar dan halus anak sebagai "senjata" dalam persiapan menulis. Selain itu, menciptakan sebanyak mungkin kamus internal dalam otak anak adalah fokus kegiatan dalam tahapan pra-literasi ini.




Beberapa alternatif aktivitas pra-literasi
Dokumentasi pribadi dari instagram @diarybermain_naufal

Untuk memperkaya ledakan kosa kata, kegiatan yang kami lakukan adalah dengan bercerita. Setiap hari Naufal akan memilih sendiri buku yang harus kami bacakan dengan metode read aloud, kemudian dalam proses membacakan kami juga merangsang panca indrranya agar melakukan observasi buku secara menyeluruh, dan juga tidak lupa melakukan aktivitas after reading yang biasanya kami lakukan dengan tanya jawab singkat tentang konten yang telah kami bacakan.


2. Tahap Literasi

Pada tahap ini tujuan dasarnya adalah mengembangkan kemampuan menulis dan membaca dengan proses yang menyenangkan. Kegiatan yang kami lakukan antara lain :

- mengenalkan phonics huruf
mengenalkan phonics berarti mengenalkan bunyi huruf.
Salah satu caranya adalah dengan mengenalkan lagu phonics bahasa Indonesia. Bisa dilihat di sini yaaa videonya.

Selain melalui video tersebut, kami juga sering melakukan aktivitas montessori inspired, diantaranya :





- sand paper letter (SPL)
Sand Paper Letter adalah salah satu apparatus montessori yang bertujuan untuk mengenalankan bentuk huruf melalui memori sensory taktil mereka.

Di awal saya mendisplay Sand Paper Letter di rak bermainnya, Naufal tampak tidak terlalu tertarik. Saya hanya menunggunya, karena saya yakin akan ada masanya sendiri mereka tertarik pada hal tersebut.


Naufal tertarik main SPL di usia 3 tahun.
Video lengkap ada di IG : @diarybermain_naufal

- movable alphabet dan mencocokkan bunyi huruf dari sebuah objek
Movable alphabet ini malah menurut Naufal lebih menarik dibandingkan dengan SPL.
Melalui movable alphabet ini, banyak permainan yang bisa dilakukan. Antara lain tebak huruf awal sebuah benda, hingga building world menjadi sebuah kata sederhana


Naufal's most favorit

Small movable alphabet ini merupakan aparatus montessori yang seharusnya terbuat dari kayu. Tapi yang kami gunakan adalah versi DIY nya, yaitu berbahan artfoam.
Memang lebih mudah robek dan tidak awet, tapi cukup bermanfaaat


- membaca buku dengan kata sederhana
Ketika Naufal sudah mulai lancar dalam building word, Naufal pun mulai tertarik untuk berusaha membaca buku dengan kata-kata sederhana.

Tanpa disangka-sangka diusia 3 tahun lebih sedikit, Naufal berhasil membaca kata sederhana dengan struktur huruf konsonan-vokal-konsonan-vokal.
Bunda pun mulai membuatkan buku sederhana untuk latihan membaca.
Buku-buku sederhana tersebut kami letakkan di beberapa tempat, sehingga ketika Naufal "ingin" membaca, buku tersebut ada.

Berikut beberapa buku yang saya print dan susun, dengan bersumber dari template yang didapat dari web rumah inspirasi 


dokumentasi pribadi

NAUFAL BISA MEMBACA

Dari rangkaian kegiatan tersebut, tanpa disangka Naufal pun berhasil membaca 1 buku utuh dengan kosakata sederhana di usia 3,5 tahun.
Masya Allah Tabarakallah...
Bundanya pun kaget. Karena kami tidak pernah berekspetasi apa-apa dari kegiatan yang sudah kami lakukan sehari-hari.


dari IG @diarybermain_naufal



Perjalanan mendampingi anak-anak agar cinta membaca masih sangat panjang. Tugas kita sebagai fasilitator anak adalah memastikan caranya menyenangkan sehingga anak merasa nyaman dalam belajar.

Karena sesungguhnya kemampuan literasi adalah bukan sekedar mampu membaca, namun juga memahami apa yang dibaca.

Dengan memahami apa yang dibaca, diharapkan anak memahami "siapakah dirinya" dan kemudian mereka akan mengenal "siapa Penciptanya"

Wednesday, July 17, 2019

Resensi Buku : Pengenalan Pendidikan Waldorf Usia Pra Sekolah 3 - 7 Tahun




Judul buku : Pengenalan Pendidikan Waldorf Usia Pra Sekolah 3-7 Tahun
Penulis : Kenny Dewi
Jumlah halaman : 196


Pertama kali saya tahu buku ini ketika laman Facebook "Indonesia Waldorf Steiner Association" membuka open pre-order cetakan pertama.
Wow, saya yang saat itu sedang haus mencari tahu tentang berbagai metode pembelajaran, langsung deh tergoda.

Waldorf adalah salah satu metode pembelajaran yang membuat saya penasaran. 

Dalam buku ini, tema materi dibagi menjadi dua garis besar. Yaitu konsep pendidikan Waldorf dan yang kedua adalah bagaimana membawa konsep tersebut ke dalam praktik sehari-hari.


KONSEP PENDIDIKAN WALDORF
Dalam buku ini dijelaskan beberapa konsep dasar tentang pendidikan Waldorf, diantaranya :
1. Perkembangan anak dan 12 inderanya.

Konsep 12 Indra

2. Willing, feeling, dan proses thinking pada 7 tahun pertama kehidupan anak
3. Tentang ritme, repetisi, dan reverence/takzim


BAGAIMANA MEMBAWA KONSEP KE DALAM PRAKTIK
Dalam bab kedua, dijelaskan langkah-langkah menerapkan metode pendidikan Waldorf di dalam rumah, yaitu :
- Membangun ritme
- Pengaturan area bermain dan ruangan
- Bermain bebas imajinatif tanpa struktur atau campur tangan orang dewasa
- Circle time
- Kegiatan seni dan kerajinan
- Storytelling
Banyak contoh-contoh aplikatif yang disertai dengan gambar yang dapat dipraktikkan oleh guru dan orang tua di rumah. 


Melalui buku ini, saya belajar konsep baru tentang pembelajaran yang tidak hanya mengedepankan kecerdasan intelegensia saja, tetapi juga ada aspek rasa dan karsa di dalamnya.
Konsep pendidikan ini mengintegrasikan ilmu pengetahuan, seni dan spiritual.

Bagi Bunprof yang penasaran dengan berbagai metode belajar anak, buku ini pasti menarik sekali.
Mengenyangkan, karena setiap penjelasan dituliskan dengan gamblang dan mudah dipahami.

Sayangnya, saya kurang suka dengan pemilihan font buku.
Bila menggunakan font yang lebih standar, maka akan membuat kita lebih nyaman saat membacanya.
Tapi hal tersebut tidak menjadi hambatan saya dalam menamatkan buku ini.
Dua hari saja sudah cukup untuk membacanya sampai tamat.

Semoga resensinya bermanfaat yaa..