Thursday, October 18, 2018

Yuk Ketahui Teori Psiko-Sosial sebagai Bekal Mendampingi Keluarga Tercinta



Pada beberapa minggu yang lalu saya berkesempatan mengikuti workshop Early Childhood Educator yang dilaksanakan oleh Rumah Aruna.
Workshop tersebut bertujuan untuk membekali orang tua dengan dasar-dasar psikologi perkembangan agar mampu mengasuh dan mendidik anak secara efektif sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Yang paling menarik bagi saya adalah saat tema Perkembangan Psiko-Sosial Erik Erikson. Dalam teori Psiko Sosial ini, Erik Erikson menggambarkan bahwa setiap situasi sosial yg dihadapi individu akan semakin membesar seiring bertambahnya usia, sehingga dalam perkembangannya pun akan ditemui konflik-konflik tersendiri.

Konflik-konflik tersebut didasari adanya kebutuhan dasar yang berbeda dalam tiap tahapan.


Berikut tahapan perkembangan psiko-sosial Erik Erikson :

1. Trust  vs Mistrust
Merupakan fase percaya – tidak percaya yang akan dialami di usia awal kehidupannya, yaitu 0 – 2 tahun.

Kebutuhan dasar pada fase ini merupakan rasa aman, nyaman dan bonding yang kuat.
Figur utama yang berperan adalah ibu, dalam momen penting : menyusui.

Ikatan emosional antara ibu dan bayi saat menyusui akan membentuk kestabilan emosi anak. Bila fase ini kurang terpenuhi, maka anak bisa menjadi seseorang yang tidak bisa percaya terhadap orang lain, dan selalu merasa tidak aman.


2. Autonomy vs Shame/Doubt
Merupakan fase otonomi – malu/ragu-ragu, dialami pada usia 2-3 tahun.

Kebutuhan dasar pada fase ini adalah kemandirian.
Momen penting dalam fase ini adalah : TOILET TRAINING.

Pada saat pembelajaran toilet training, anak belajar mengontrol secara mandiri otot di area genitalnya. Tidak ada yang bisa membantu mengontrolnya, kecuali melalui sounding dengan kalimat positif.


3.  Initiative vs Guilt
Merupakan fase inisiatif – rasa bersalah yang biasanya dialami pada rentang usia 3-6 tahun.

Pada usia toddler ini, kemampuan anak dalam mengeksplor lingkungan secara fisik maupun sosial mulai berkembang.
Sehingga kebutuhan dasarnya adalah kebebasan bereksplorasi.
Anak akan mulai dihadapkan pada konflik “apakah saya ini anak baik, atau anak nakal?”

Hindari terlalu banyak kata “JANGAN” dan ubah menjadi kalimat positif.
Beri pujian pada perilaku positif anak secara spesifik.
Apabila terlalu banyak memberi hukuman atas inisiatifnya, anak akan merasa bersalah untuk dorongan alamiahnya dalam bertindak.


4.  Industry vs inferiority
Fase ini terjadi pada usia sekolah dasar (6-12 tahun).
Yaitu fase tekun – rendah diri.

Kebutuhan dasarnya adalah berprestasi (baik dalam hal positif, maupun negatif. Baik dalam hal akademis maupun tidak)

Dalam fase ini, anak mulai timbul rasa bangga terhadap identitasnya.
Konflik yang dihadapi adalah “bagaimana caranya saya terlihat menonjol?”
Dukungan dari orang tua dan guru dalam mengapresiasi setiap prestasi kecil anak,
akan membangun perasaan kompeten dan percaya dirinya.
Sedangkan ketika si anak merasa gagal dalam fase ini akan membuat anak menjadi rendah diri dan merasa tidak kompeten, yang akan berefek pada fase selanjutnya.


5. Identity vs role confussion
Merupakan fase identitas vs kebingungan identitas.
Seorang remaja, akan dihadapkan pada konflik sosial “siapakah saya?
Yang manakah kelompok geng saya?”

Pada fase ini, anak akan mulai mencari jati diri, mereka akan mencari teman yang memiliki kesamaan dengan dirinya.

Maka dari itu dalam fase ini, orang tua tidak dapat menutup mata akan adanya pengaruh dari luar yang sangat kuat.
Jika anak dapat menemukan peran barunya dalam kelompok sosial yang positif, dan didukung oleh orang tua, makan identitas posotif akan terpenuhi.
Sedangkan bila anak kurang mendapat dukungan orang tua dan mendapat banyak penolakan terkait perannya di lingkungan sosial, maka akan tumbuh krisis identitas sehingga timbul ketidak yakinan terhadap dirinya sendiri


6.  Intimacy vs isolation
Merupakan fase terpanjang dalam tahapan psikososial, yaitu di usia 18 – 40 tahun.
Di mana kebutuhan dasarnya adalah kasih sayang.

Sehingga akan timbul konflik “apakah saya cukup disayangi? Ataukah saya dibiarkan sendiri?”

Kebutuhan dasar kasih sayang tidak hanya dapat diperoleh melalui hubungan dengan pasangan, tapi juga persahabatan, dan antar anak dengan orang tua.
Kebutuhan dasar kasih sayang sangat penting dalam mengebangkan hubungan yang sehat. Sementara kekurangan kasih sayang yang dibutuhkan, akan menimbulkan efek kesepian dan merasa terasing dari orang lain.


7.  Generativity vs stagnation
Merupakan fase bangkit – stagnan yang biasanya terjadi di usia 40 – 65 tahun.
Dimana kebutuhan dasarnya adalah aktualisasi diri.

Konflik yang sering didapatkan adalah “bagaimana saya dapat berperan untuk orang lain”.
Di mana momen penting dalam fase ini adalah di lingkungan keluarga dan pekerjaan.
Normalnya, dalam fase ini seseorang sudah mulai mapan dan nyaman.

Jika seseorang merasa tidak nyaman dalam alur kehidupannya, maka yang ada hanyalah keluhan, penyesalan dan merasa stagnan dama kehidupannya.


8.  Ego integrity vs despair
Merupakan fase terakhir dalam tahap psikososial Erikson.
Yaitu fase integritas – keputus asaan, biasanya terjadi pada usia di atas 65 tahun.

Kebutuhan dasar pada fase ini adalah makna hidup.
“Apakah saya sudah menjalani hidup yang bermakna?”
Pada usia ini, biasanya akan melakukan flashback tentang alur kehidupan yang telah dijalani.
Bila berhasil melewati tahap ini, seseorang akan mendapat kebijaksanaan.
Sedangkan bila gagal, akan menhadapi keputusasaan.



Setiap tahapan yang tidak terpenuhi, akan menjadi tantangan dalam tahapan selanjutnya.
Teori psikososial Erikson ini bisa menjadi salah satu dasar metode pengasuhan terhadap anak-anak kita, untuk membentuk karakter dan kepribadian yang positif dan mandiri.

Juga dapat digunakan dalam menganalisa kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan oleh keluarga terdekat kita.

Wednesday, August 22, 2018

Nonton Drama Korea? Kenapa tidak?

Bagi ibu rumah tangga, memiliki me time paling tidak 2 jam saja dalam satu hari, merupakan anugerah.
“Me time” menjadi hal yang penting bagi peningkatan kualitas hidup, karena pada dasarnya selain makhluk sosial, kita juga makhluk individual yang butuh untuk menyenangkan diri sendiri.


Pemanfaatan “me time” pun akan berbeda-beda tiap individu.
Salah satu pemanfaat “me time” yang murah meriah adalah *nonton drama Korea*.


Ada beberapa hal positif yang bisa diambil dari hobi nonton drama korea, antara lain :

1. MURAH MERIAH

Iya, nonton drama Korea ini termasuk hiburan yang murah meriah.
Kalau jaman dulu, untuk nonton drama Korea harus pasang TV Kabel yang harganya relatif mahal,
sekarang cukup beli DVD, mendownload atau streaming dengan harga yang relatif terjangkau.

2. MENAMBAH WAWASAN

Setiap drama Korea yang tayang akan memiliki tema dan latar belakang cerita tertentu yang unik.
Contohnya bertema kedokteran, hukum, dan kepolisian.
Beberapa drama Korea pun, menjadikan tempat wisata dan budaya Korea menjadi latar belakangnya

3. BANYAK HIKMAH YANG BISA DIAMBIL
Berbagai karakter manusia dapat dilihat pada drama-drama Korea.
Penulis drama Korea pun, biasanya melakukan riset sebelum menulis naskah dramanya.
Sehingga kadang banyak pelajaran dan hikmah yang bisa kita ambil di dalamnya.

Contohnya dari drama Korea Go Back Couple, saya belajar bahwa menghargai setiap kebaikan pasangan itu sangat penting

4. MEMILIKI BANYAK TEMAN BARU

Pecinta drama Korea di Indonesia ini jumlahnya cukup banyak.
Hal ini tidak menutup kemungkinan untuk memiliki banyak teman baru.
Terutama jika kita aktif dalam grup atau forum pecinta drama Korea.

Dan ternyata memang banyak juga ibu-ibu rumah tangga yang memiliki hobi nonton drama Korea.



Namun, selain dampak positif, ada juga dampak negatif dari hobi nonton drama Korea.

Antara lain :

LUPA WAKTU

Tak jarang bagi teman-teman yang sudah hobby nonton drama Korea, rela begadang demi tamat keseluruhan episode karena penasaran.
Hal ini yang membuat terkadang kewajiban kita atas tubuh, dan keluarga kita terabaikan.

Cara menyiasatinya? Nonton drama yang sedang on going saja.
1 hari 1 episode hanya membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam.
Eh tapi kalo drama yang lagi diikutin banyak, tetep aja yaa..
Solusinya balik lagi : Strict to the schedule. Patuhi jadwal me time maksimal yang telah dibuat.

MOOD NAIK TURUN

Biasanya hal ini berefek jika ending atau jalan cerita yang diharapkan tidak sesuai dengan ekspetasi.
Atau ternyata ending dari episode yang sedang tayang ternyata menggantung, kadang mood bisa berubah.

Solusinya? Tetap sadar bahwa drama Korea hanyalah fiktif belaka, dan saat sudah di luar jadwal menonton, segera kembalikan mood untuk berbenah di dunia nyata.



Naaah, jadi gimana ibu-ibu? Sudah tergoda untuk mencoba nonton drama Korea?
Mumpung bulan Agustus banyak drama baru yang sedang mulai tayang nih....