Pada beberapa minggu yang lalu saya berkesempatan mengikuti
workshop Early Childhood Educator yang dilaksanakan oleh Rumah Aruna.
Workshop
tersebut bertujuan untuk membekali orang tua dengan dasar-dasar psikologi
perkembangan agar mampu mengasuh dan mendidik anak secara efektif sesuai dengan
tahapan perkembangannya.
Yang paling menarik bagi saya adalah saat tema Perkembangan
Psiko-Sosial Erik Erikson. Dalam teori Psiko Sosial ini, Erik Erikson
menggambarkan bahwa setiap situasi sosial yg dihadapi individu akan semakin
membesar seiring bertambahnya usia, sehingga dalam perkembangannya pun akan
ditemui konflik-konflik tersendiri.
Konflik-konflik tersebut didasari adanya
kebutuhan dasar yang berbeda dalam tiap tahapan.
Berikut tahapan perkembangan psiko-sosial Erik Erikson :
1. Trust vs
Mistrust
Merupakan fase percaya – tidak percaya yang
akan dialami di usia awal kehidupannya, yaitu 0 – 2 tahun.
Kebutuhan dasar pada fase ini merupakan
rasa aman, nyaman dan bonding yang kuat.
Figur utama yang berperan adalah ibu, dalam
momen penting : menyusui.
Ikatan emosional antara ibu dan bayi saat menyusui akan membentuk kestabilan emosi anak. Bila fase ini kurang terpenuhi, maka anak
bisa menjadi seseorang yang tidak bisa percaya terhadap orang lain, dan selalu merasa
tidak aman.
2. Autonomy vs Shame/Doubt
Merupakan fase otonomi – malu/ragu-ragu,
dialami pada usia 2-3 tahun.
Kebutuhan dasar pada fase ini adalah kemandirian.
Momen penting dalam fase ini adalah :
TOILET TRAINING.
Pada saat pembelajaran toilet
training, anak belajar mengontrol secara mandiri otot di area genitalnya. Tidak
ada yang bisa membantu mengontrolnya, kecuali melalui sounding dengan kalimat
positif.
3. Initiative vs Guilt
Merupakan fase inisiatif – rasa bersalah
yang biasanya dialami pada rentang usia 3-6 tahun.
Pada usia toddler ini, kemampuan anak dalam
mengeksplor lingkungan secara fisik maupun sosial mulai berkembang.
Sehingga kebutuhan dasarnya adalah
kebebasan bereksplorasi.
Anak akan mulai dihadapkan pada konflik “apakah
saya ini anak baik, atau anak nakal?”
Hindari terlalu banyak kata “JANGAN” dan
ubah menjadi kalimat positif.
Beri pujian pada perilaku positif anak
secara spesifik.
Apabila terlalu banyak memberi hukuman atas
inisiatifnya, anak akan merasa bersalah untuk dorongan alamiahnya dalam
bertindak.
4. Industry vs inferiority
Fase ini terjadi pada usia sekolah dasar (6-12
tahun).
Yaitu fase tekun – rendah diri.
Kebutuhan dasarnya adalah berprestasi (baik
dalam hal positif, maupun negatif. Baik dalam hal akademis maupun tidak)
Dalam fase ini, anak mulai timbul rasa
bangga terhadap identitasnya.
Konflik yang dihadapi adalah “bagaimana
caranya saya terlihat menonjol?”
Dukungan dari orang tua dan guru dalam
mengapresiasi setiap prestasi kecil anak,
akan membangun perasaan kompeten dan
percaya dirinya.
Sedangkan ketika si anak merasa gagal dalam
fase ini akan membuat anak menjadi rendah diri dan merasa tidak kompeten, yang
akan berefek pada fase selanjutnya.
5. Identity vs role confussion
Merupakan fase identitas vs kebingungan
identitas.
Seorang remaja, akan dihadapkan pada konflik sosial “siapakah saya?
Yang
manakah kelompok geng saya?”
Pada fase ini, anak akan mulai mencari jati
diri, mereka akan mencari teman yang memiliki kesamaan dengan dirinya.
Maka dari itu dalam fase ini, orang tua
tidak dapat menutup mata akan adanya pengaruh dari luar yang sangat kuat.
Jika anak dapat menemukan peran barunya
dalam kelompok sosial yang positif, dan didukung oleh orang tua, makan
identitas posotif akan terpenuhi.
Sedangkan bila anak kurang mendapat
dukungan orang tua dan mendapat banyak penolakan terkait perannya di lingkungan
sosial, maka akan tumbuh krisis identitas sehingga timbul ketidak yakinan terhadap
dirinya sendiri
6. Intimacy vs isolation
Merupakan fase terpanjang dalam tahapan
psikososial, yaitu di usia 18 – 40 tahun.
Di mana kebutuhan dasarnya adalah kasih
sayang.
Sehingga akan timbul konflik “apakah saya cukup disayangi? Ataukah saya
dibiarkan sendiri?”
Kebutuhan dasar kasih sayang tidak hanya
dapat diperoleh melalui hubungan dengan pasangan, tapi juga persahabatan, dan
antar anak dengan orang tua.
Kebutuhan dasar kasih sayang sangat penting
dalam mengebangkan hubungan yang sehat. Sementara kekurangan kasih sayang yang
dibutuhkan, akan menimbulkan efek kesepian dan merasa terasing dari orang lain.
7. Generativity vs stagnation
Merupakan fase bangkit – stagnan yang
biasanya terjadi di usia 40 – 65 tahun.
Dimana kebutuhan dasarnya adalah
aktualisasi diri.
Konflik yang sering didapatkan adalah “bagaimana saya dapat
berperan untuk orang lain”.
Di mana momen penting dalam fase ini adalah
di lingkungan keluarga dan pekerjaan.
Normalnya, dalam fase ini seseorang sudah
mulai mapan dan nyaman.
Jika seseorang merasa tidak nyaman dalam
alur kehidupannya, maka yang ada hanyalah keluhan, penyesalan dan merasa
stagnan dama kehidupannya.
8. Ego integrity vs despair
Merupakan fase terakhir dalam tahap
psikososial Erikson.
Yaitu fase integritas – keputus asaan, biasanya terjadi
pada usia di atas 65 tahun.
Kebutuhan dasar pada fase ini adalah makna
hidup.
“Apakah saya sudah menjalani hidup yang
bermakna?”
Pada usia ini, biasanya akan melakukan flashback tentang alur
kehidupan yang telah dijalani.
Bila berhasil melewati tahap ini, seseorang
akan mendapat kebijaksanaan.
Sedangkan bila gagal, akan menhadapi keputusasaan.
Setiap tahapan yang tidak terpenuhi, akan menjadi tantangan
dalam tahapan selanjutnya.
Teori psikososial Erikson ini bisa menjadi salah satu dasar
metode pengasuhan terhadap anak-anak kita, untuk membentuk karakter dan
kepribadian yang positif dan mandiri.
Juga dapat digunakan dalam menganalisa kebutuhan-kebutuhan
yang diinginkan oleh keluarga terdekat kita.